QUM!

 

QUM adalah fi'il 'amr atau kata perintah dalam bahasa arab, yang artinya adalah: berdirilah! Maka, jika ada seseorang mengatakan ini kepada kita, hendaknya bagi kita untuk berdiri. Cukup memusingkan kalau dibahas dan dijabarkan tashrif lughawi dan istilahi-nya, dan di sini memang bukan itu pembahasan utamanya, tapi itu adalah penjelasan sederhananya. 

QUM ini adalah kalimat sakral di kehidupan santri, dia memiliki kedudukan spesial yang membuatnya hanya bisa diucapkan oleh guru atau kakak pengurus saja. Kalaupun di hari bahasa sesama santri bisa mengucapkannya, feel-nya akan berbeda dari ustadz atau kakak pengurus santri/mudabbir.

Buat saya, kalimat ini memiliki kenangan yang sangat-amat-banyak sekali (terutama waktu PRISTAC 2 ya...) di pondok. Karena apa? Yes, saya adalah salah satu santri yang sering banget di-qum-in. Apakah saya marah dan kesal? Nggak juga. Toh berdiri mah berdiri aja. Semua orang sibuk menyelamatkan diri sendiri di kelas kalau sudah ada sesi tanya-jawab yang membuat siapapun yang gelagapan atau tidak bisa menjawab akan berdiri---sepanjang pelajaran, atau yang lebih buruknya berdiri di lapangan saat siang bolong (untung saya nggak pernah).

Biasanya, saya akan banyak berdiri kalau sudah di pelajaran: balaghah (ilmu tata bahasa dan keindahan bahasa arab), nahwu, sharaf, ulumul qur'an, mufradat dan ulumul hadist (kok mapel 'ulumuddin semua ya?). Sebenarnya ada banyak, tapi yang saya ingat hanya itu. Ya, meski saya seorang santri yang belajar agama full-time di pondok, itu tidak menjamin saya tidak dapat "qum" saat pelajaran. Bahkan kadang saya menyerahkan diri dan berdiri duluan saat nama saya disebut untuk menjawab pertanyaan. 

Karena? Saya self-awareness bahwa saya tidak bisa menjawab.

"Maa huwa tasybiih? (apa itu tasybih? (dalam balaghah)) yaa Khalidah," saya tahu tidak bisa menjawab pertanyaan definisi itu adalah kriteria orang noob, tapi bukan berarti saya nggak bisa/paham sama sekali, ya. Saya bisa dan paham, tapi dalam ilmu bahasa arab, ada definisi khusus secara istilah yang harus dihafalkan, sedangkan saya lemah di situ, kalau menjelaskan sesuai pemahaman saya sih saya bisa (tapi kalau balaghah nggak tahu ya sekarang, huhu... T_T, jangan tanya deh, plis).

"Qum," ujar saya sambil berdiri dari kursi dan tersenyum getir. Ustadznya waktu itu hanya menggelengkan kepala dan agak mengkritik saya dengan bahasa arab, "gimana ini? Masa definisi aja gak bisa? Gimana contohnya nanti?" 

Dan saya cuma bisa bilang: 

"Afwan ustadz, nasiitu..." 

Haha. Maaf ustadz, saya lupa. Cupu banget kalau ingat-ingat masa itu. 

Heh. Jangan salah, kalau ditanya latihan soal dengan LKS, saya pede bilang bahwa saya termasuk yang tidak jelek. Karena kalau menulis itu kan' ada waktu untuk berpikir, sedangkan kalau diuji lisan saat akan memulai pelajaran, prosesor otak saya terbatas dan tidak bisa berpikir secepat itu. So, saya nggak buruk-buruk amat lah ya, setidaknya saya layak lulus (dan alhamdulillah lulus ya Allah.. T_T).

Berkat qum, hidup saya terutama saat belajar di pondok menjadi berwarna, tapi saya selalu berusaha mengulang pelajaran (dan beberapa kesempatan ada lah ya saya dapat nilai 90 di pelajaran 'ulumuddin yang mana biasanya saya langganan qum, hahay, luamayan terbukti lah mondok 6 tahun ini berhasil), bahkan sampai nangis.

Yes, seorang Oi nggak pernah belajar tanpa nangis, dari saya TK saya selalu begitu. Biasanya setelah nangis saya jadi paham.

Kalau nggak paham?

Ya nangis aja. Nangis terus sambil latihan soal sampai paham. Belajar-nangis-tidur, hidup Oi kalau belajar ya gitu.

Yang jelas, saya selalu enjoy mau saya qum di tiap jam pelajaran atau cuma beberapa (emm... nggak pernah se-parah ini sih, dari 6 pelajaran sehari ya saya paling banyak dapat qum 3 lah, itu pun nggak setiap hari (itu sedikit kan, ya? Cuma setengah kok...)). Buat saya, itu semua melatih mental agar berani jujur mengatakan ketidakpahaman kita dan berdiri terlihat santri ikhwan (saya di kelas pakai hijab pembatas, tapi kalau berdiri ya terlihat ikhwan dong). Bonus, kita lebih mudah diingat guru karena ada ke-"spesial"-an, haha. Tetap aja qum terus nggak bagus ya para pembaca sekalian. Saya dapat qum setiap saya lalai tidak muthalaah pelajaran, so kalau saya rajin buka dan baca ulang catatan, saya nggak dapat qum.

Kalaupun dapet di saat saya muthalaah atau nggak muthalaah pun saya tetep berdiri aja. Biar nggak ribet adu mulut dengan ustadz karena bersikeras tidak ingin qum.

Lebih seru dan melegakan kalau bukan hanya kita yang berdiri sendiri di kelas. Jauh lebih melegakan kalau si Pintar di kelas juga berdiri, rasanya semacam: "ya, i'm not that bad, dia aja qum, haha".

Masih ada banyak cerita qum saya, tunggu aja upcoming articles, stay tuned and keep fighting untuk selalu muthalaah, ya. Sukses selalu para pembaca semua!


Komentar

Postingan Populer