Perempuan & Circle-nya

 

Sebuah postingan video reels instagram lewat ketika saya tengah scrolling di waktu santai, video tersebut berjudul “Alasan Cowok Gampang Dapet Temen”, tidak ada caption atau teks penjelas dalam video, akan tetapi isi video; yakni seorang laki-laki tengah latihan menjadi konten kreator dengan melakukan vlog ala-ala di mall, dan dengan randomnya dia menyapa om-om yang tengah duduk tak jauh darinya, cukup menjelaskan hal yang dimaksud. Hanya dari sapaan sok asik tersebut, mereka berdua seketika klop dan tertawa bersama, saat sang laki-laki berjoget ria, dia mengajak om-om tersebut untuk melakukan hal yang sama dan akhinya berakhir dengan membuat dance challenge bersama. Dance challegnge bersama orang asing yang berawal dari sok asik.

Hal tersebut sangat relate dengan sosial yang saya perhatikan di sekitar saya, atau yang saya pahami sendiri. Bukan mengelompokkan terkait introvert dan ekstrovertnya seseorang dalam kemampuan menggaet orang asing untuk berkenalan, akan tetapi terdapat sebuah bentuk yang sama di setiap laki-laki dan perempuan, baik yang humble atau friendly dalam berkenalan. Yakni kebodoamatan laki-laki, “tohh sekedar have fun ya gas aja” adalah kalimat yang kurang lebih cukup bisa mewakilkan semua laki-laki yang saya perhatikan dalam berkenalan atau mengiyakan ajakan teman. Berbeda dengan perempuan, meski ada yang sok asik, tapi pancaran aura dan dampak setelahnya berbeda dengan laki-laki.

Terdapat sebuah penelitian mengenai hal tersebut, terutama dari universitas Harvard yang mana ia termasuk fokus pada penelitian psikologi dengan menganalisa perubahan individu dalam bermasyarakat. Yang mana bisa disimpulkan dari hal tersebut bahwa perempuan memang cenderung nyirkel dan jarang tertarik atau se-random laki-laki. Penelitian itu dilakukan dengan studi fenomelogi di beberapa cafe dan spot nongkrong di beberapa daerah, laki-laki yang pasif ataupun aktif tetap terbuka dan lebih tidak eksklusif dibanding perempuan yang nongkrong di tempat-tempat tersebut. Apalagi perempuan yang sudah nyirkel atau datang tempat-tempat yang semaksud bersama bestie atau geng mereka. Sangat jarang atau bahkan hampir tidak ada produktivitas berkenalan dan sok asik dengan orang asing di tempat sebagaimana yang berlaku pada laki-laki.

Terlepas faktor pribadi dari tiap individu perempuan dan laki-laki yang tentu berbeda-beda, saya pribadi sebagai perempuan mengakui bahwa memang kemudahan seorang laki-laki dalam sok asik atau berbaur dengan masyarakat di tempat umum layak diakui dan diapresiasi, mengingat bahwa peran laki-laki adalah pemimpin yang harusnya aktif, dominan, proaktif, afirmatif dan tegas serta lugas. Tidak pasif sebagaimana perempuan, meski tidak semua aktif itu baik dan tidak semua pasif buruk. Maka, perempuan dengan circle-nya di sini adalah satu spotlight tersendiri yang hendaknya disadari oleh para kaum hawa. Ada beberapa pelajaran yang hendaknya diambil dari keterbukaan dan ke-berbaur-annya laki-laki di ranah sosial dan masyarakat.

Bahwa, banyak perempuan yang terperangkap oleh asumsinya sendiri, sebagaimana dipaparkan oleh Dr. Rahmatul Husni, pakar dan peneliti Gender dan Feminisme dari Universitas Ibn Khaldun Bogor; “kita (perempuan) ini kerap termakan dengan asumsi diri kita. Ketika melihat teman memandang kita dengan tatapan judes atau jutek, kita seketika berskenario dan hal itu mendorong kita untuk berpikir berlebihan, lalu dikungkung rasa bersalah dan akhirnya dampak buruknya mengubah paradigma kita dalam bersikap kepada teman kita itu. Padahal mah, belum tentu dia kesal dengan kita. Mungkin dia hanya lelah atau badmood hari itu. Kita tidak pernah tahu secara tepat sebelum ia menyatakan dengan jelas pada kita.”

Hal tersebut acapkali membuat wanita terhambat dalam meluaskan relasi pertemanan, karena terlalu dikontrol perasaan dan pikiran-pikiran negatif yang belum tentu (atau bahkan seringnya) tidak benar adanya. “Coba untuk bersikap jelas, jika memang kita sudah dapat informasi yang jelas, kalau teman kita bilang “saya kesal dengan kamu hari ini! Karena tadi pagi kamu tarik mukena saya padahal saya sedang mengantuk!” setelah kamu lihat bahwa memang sikapnya ke kamu jutek, kita dapat afirmasi karena kalimatnya yang jelas. Maka, yang harus kita lakukan setelahnya ya intropeksi diri, lakukan komunikasi dua arah, jangan termakan asumsi dalam diri,” tambah beliau memberikan imbauan lebih. “Kadang sentimen yang tinggi dalam diri perempuan membuat proses menerima kata-kata orang lain jadi banyak drama, setelah kesal, minta validasi sana-sini tanpa mengamalkan solusi jelas yang harusnya ia lakukan; perbaiki kesalahan yang sudah dinyatakan temannya yang kesal dengannya.”

Hal ini sangat-sangat-relate karena saya juga merupakan seorang perempuan. Kepekaan dan kesensitifan serta sikap menjaga perasaan yang berlebih pada manusia adalah anugerah dan kutukan disaat yang sama jika kita, terutama sebagai perempuan, tidak menggunakannya dengan baik dan benar serta di situasi yang tepat. Keterlibatan faktor perasaan yang besar pada diri perempuan kerap membuat ia memberikan seluruh hati dan jiwanya pada satu circle atau orang terpercayanya yang bahayanya, jika tidak disertai dengan pandangan atau prinsip bahwa segala hal akan musnah dan hilang di dunia ini, ketika orang tersayang atau bestie-nya pergi atau berubah dengan kondisi hidup yang berbeda, ia akan down seakan tak ada semangat untuk hidup lagi.

Permasalahan circle ini sangatlah kompleks untuk diamalkan oleh perempuan yang senantiasa mengutamakan penjagaan terhadap perasaan orang lain, dan di saat yang sama tidak semua orang di dunia ini se-peduli itu. Bersamaan dengan dilantunkannya do’a agar setiap perempuan yang demikian ditakdirkan bersama dengan pasangan dan teman sejati yang menerima dan dapat mengevaluasi dirinya dengan baik, amat besar harapan kepada kaum Adam atau laki-laki sebagai qawwam kepada kaum perempuan untuk bersabar membimbing mereka ke jalan yang semestinya.

Hendaknya juga bagi kita, para perempuan, untuk selalu mengevaluasi diri, mengusahakan pribadi wanita ideal-idaman setingkat shahabiyah penghuni surga, yang dengannya tak hanya memiliki circle di bumi bersama dunia yang fana dan seisinya yang penuh fitnah dan kelelahan, tapi juga circle di langit yang mana orang-orang di sana pastilah menusia terklarifikasi "hamba Allah yang baik" dan sahabat serta pembimbing terbaik dari apa-apa yang telah  mereka alami dan jalani di kehidupan dunia mereka.  


dari catatan kuliah Fiqh Pernikahan & Gender dan Feminisme saat PRISTAC 1 dan 2


Komentar

Postingan Populer