Cara "Elegan" Menghadapi Pelajaran Yang Kamu Nggak Suka

Pelajaran di sekolah ada banyak macamnya, ada yang kita suka, ada yang kita tidak suka. Tentu dengan beragam alasan dan latar belakang. Namun, seiring berjalannya waktu, menghindari pelajaran yang kita tidak sukai itu adalah hal yang sangat kekanak-kanakan, tidak dewasa, tidak bijak dan sejatinya hanya akan merugikan kita sendiri. Tidak semua yang kita tidak suka itu buruk untuk kita, dan tidak semua yang kita suka itu baik untuk kita.

 Menjauhi atau menghindar dari hal yang kita tidak suka adalah dorongan alami dari otak, karena ia menganggap objek yang kita tidak sukai, dalam konteks ini: pelajaran yang tidak disukai, adalah hal yang mengancam dan berbahaya untuk kita.  Mengambil jeda agar tidak terlalu stress adalah hal yang diperbolehkan, meski otak kita butuh stress agar berkembang, terlalu banyak hormon stress/kortisol hanya akan membuat otak kita memburuk dan tidak bisa memproses apapun dengan baik. 

Manusia diajarkan dengan keadaan tersebut untuk menerima ketidakenakan dalam hidup mereka, termasuk menerima bahwa pelajaran yang kita tidak sukai bukan subjek yang selamanya takkan kita sentuh. Misal, pelajaran matematika. Saya pribadi juga adalah sosok yang bermasalah dengan matematika, tidak pintar sama sekali dalam masalah perhitungan dan logika. Tapi, meski sekarang masih berusaha melawan ketidaknyamanan dalam menjalani hari-hari yang penuh renungan--ya, karena sejak SD saya sangat mengindari matematika, saya tertinggal jauh dengan teman-teman lainnya. Matematika adalah ilmu dasar, di mana pun kita berada pasti akan melibatkan matematika, meski terkadang di bidang yang terlihat tidak berhubungan sama sekali.

Contoh, saya belajar fiqh darah wanita/fiqh haidh. Menghitung kapan hari haidh dan suci, atau menentukan darah adalah istihadhah atau nifas memerlukan kemampuan berhitung yang akurat dan teliti. Karena menghindari dan tidak ingin mempelajari matematika lagi semenjak sekolah dasar, dalam mempelajari fiqh haidh, saya sangat kesulitan di situ. Menuruti hasrat menghindari matematika hanya membuat saya semakin sulit.

Meski belum sukses menaklukkan matematika sampai artikel ini ditulis, hal yang selalu saya lakukan dalam menghadapinya adalah: paksa diri untuk latihan soal, membaca materi. Bahkan meski sambil menangis. Ya, saya seorang santri yang identik dengan berkutat pada kitab dan bahasa arab, akan tetapi, kemampuan matematika yang lemah pada diri saya membuat saya kesulitan dalam memahami logika tata bahasa arab di kitab, atau gaya bahasa yang berpola dan berbentuk rumus. Agaknya cukup sulit kalau dijelaskan contohnya di sini, tapi begitulah pengalaman pribadi saya, salah satu persoalan yang sedang saya kutatkan dan hadapi. 

Se-benci-bencinya saya dengan matematika, saya tidak pernah ada pikiran untuk meninggalkannya selamanya. Hanya saja, jika dibandingkan antara paham dengan tidak, lebih sering bangkit atau jatuh atau senyum dan menangisnya selama belajar matematika: saya lebih sering jatuh, menangis dan tidak paham. Tapi, buat saya menjalaninya itu adalah sebuah keharusan.

Dengan pemaksaan itu, secara tak sadar terbenuk mental yang kuat untuk saya dalam menghadapi ketidaknyamanan di realita kehidupan. Saya bukan tipikal yang akan langsung menghindar jika menemukan masalah atau hal memusingkan. 

"Kalau ini sulit banget saya pelajari, pasti yang menyusun ilmu ini lebih kesulitan, yang menyusun ini pasti sudah punya formula pemahamannya, tapi saya saja yang belum mencapai level itu." 


Pikir saya jika sedang suntuk-suntuknya tidak paham suatu subjek, tidak hanya pelajaran matematika, tapi juga pelajaran di pondok.

Meski kita bisa memilih untuk tidak peduli dan mengikuti gengsi kita, maka kita hanya akan menghadiahkan kesulitan untuk kita di masa depan, apakah kita ingin terus menerus menjadi sosok yang selalu jatuh di lubang sama? Agama islam tidak mengajarkan itu, dan secara logika sehat kita, adalah kebodohan jika kita selalu jatuh ke lubang sama, terus jatuh ke kebodohan dan ketidaktahuan hanya karena kita tidak suka, lalu memasang kacamata kuda, hanya melihat apa yang ingin kita lihat di depan. 

Mau sampai kapan bersikap egois dan seperti anak kecil? Semua pilihan dan keputusan ada di tangan kita. Selagi kita mengusahakan yang terbaik dengan apa yang kita punya, lambat-cepat pemahaman itu akan datang dan tertanam dengan izin dan ridha Allah. Kita memang tidak tahu kapan waktunya, tapi yang jelas kita sudah berusaha dan membuktikan diri kepada Yang Maha Tahu dan Berilmu, bahwa kita layak untuk mendapatkan pemahaman atau ilmu atau sesuatu ini. 

Semoga kita semua akan mendapatkan pemahaman dan hikmah dari semua kesulitan yang dialami disertai hati yang bersih dan ikhlas, aamiin...

Komentar

  1. Insyaa Allah, Allah mudahkan kakak Oi..mudahkan kk dalam menyerap pelajaran yg sulit Dan Insyaa Allah bisa menaklukkannya...
    Allahu Yubaarik Fiik kakak...🤲🌹❤️

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer