Kunci Sukses Dari Dr. Syam: "Kalau melakukan sesuatu, lakukan dengan sungguh-sungguh"

 

"Kita tuh bisa, Cham," ujar saya pada teman sekelas saya asal Bali yang sudah mengernyitkan dahi sampai ada lima lipatan dan mulut setengah menganga saking mind blowing dan tidak paham. Sebenarnya pemandangan itu cukup membuat saya takut, panik dan panas-dingin, dia itu termasuk pintar dan logikanya main, tapi nggak paham. 

Lha, gimana saya ini?!

Waktu itu saya duduk di jenjang Atco 1, atau selevel 2 SMA. Kelas perdana mantiq dimulai di jenjang ini, meski kesannya keren ya karena kakak-kakak senior Atco ini sudah belajar logika yang biasanya dipelajari mahasiswa, tapi pertemuan awal memang belum bisa cukup membuat penjelasan ust. Syam masuk ke otak saya dengan tepat dan cepat.

Itu karena saya yang lemot, bukan ust. Syam-nya.

"Kita belum dapet pola dan rumusnya aja ini." Saya bersikeras terus mengerjakan meski konklusi yang saya buat dari susunan premis makin ngaco.

"Udahlah, Oi, aku nggak mikirin lagi dah, cukup," namanya Chamilla, dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Masih nggak paham kenapa konklusinya gitu."

Saya juga nggak paham. Banget malah. Melihat Hira pun saya juga hanya bisa nyengir, dia menyandarkan badan di hijab kelas, menunduk lesu karena memang logika mantiq sesulit itu.

Nggak kok. Nggak sulit. Kita aja yang belum sampai maksud ust. Syam waktu itu. Itulah pemikiran yang menguatkan saya untuk bisa bertahan di kelas mantiq meski hanya bisa menyerap kulit-kulitnya saja, bahkan mungkin hanya 3% dari semua materi yang ada. 

Sembari berusaha memberikan afirmasi pada diri sendiri, saya menyadari ust. Syam mulai mendekati bangku saya sambil tersenyum, lalu mengambil binder yang ada di meja saya. Saya yang terkesiap hanya bisa nyengir pasrah. "Dah lah ini pasti diketawain karena isinya coretan doang..." 

"Sudah kerjain sampai mana?" tanya beliau ramah, sambil membolak-balikkan halaman beliau hanya tertawa kecil. "Kenapa ini? Haha, pusing?" tawanya makin keras saat menemukan halaman yang berisi coret-coretan saya atas kepusingan belajar mantiq.

Berikut lembarannya:

"Hehe.. iya ustadz," saya hanya bisa terkekeh menyedihkan, tapi saya ikhlas kok ditertawakan beliau karena ketumpulan otak saya, toh memang saya patut ditertawakan karena banyakan coretan daripada jawaban dari soal latihan. Rasanya tuh, tawa beliau yang hanya "ha.ha" itu seperti semburat kalimat yang dimuntahkan di wajah saya: "hahaha, dasar santri sumbu pendek, gimana mau lanjut kalau pertemuan dan materi dasar ini salah semua? *emot senyum miring/smirk".

Hingga satu hari, saat saya duduk di jenjang Atco 2, masih di kelas mantiq, menuju pertemuan terakhir. Beliau pernah berdiri di depan kelas, sambil bertumpu pada meja. 

Hari itu kami tidak banyak latihan soal dan tambah materi, tapi layar infocus menampilkan video channel YouTube beliau: shemes19 (subscribe dong, meski editannya unik, tapi di situ kita bisa lihat sosok orang kaya sesungguhnya, karena hampir tiap video itu beda negara), dokumentasi saat beliau ada kesempatan diundang konferensi ke inggris, "main" ke Oxford, kuliah di jerman, dan lain-lainnya.

"Sebenernya nggak ada yang spesial di konferensi kayak gini," ujar beliau sambil menunjuk layar yang dipancarkan infocus. Lalu saya mikir, mana nggak spesialnya? Jelas-jelas itu konferensi kelas dunia, dan beliau ini bukan hanya menulis paper dan berbicara dengan bahasa inggris dan arab ya, tapi juga bisa bahasa latin, jerman, rusia dan lainnya. Pokoknya top banget deh, di pondok nggak akan ada yang nggak pernah terpukau kalau sudah disebut nama Dr. Syamsuddin Arif, bahkan semua guru di pondok juga bilang beliau adalah sosok yang hebat dan amat menghormatinya.

"Kenapa? Orang cuma dateng-dateng-dateng, ngomong-ngomong-ngomong, makan-makan,-makan, gitu doang kan, biasa aja.

"Ya tetep aja, ngomongin paper pake bahasa jerman, makan sama petinggi dan ilmuwan masa biasa aja si?" bisik Hira yang duduk di sebelah saya. Saya hanya terkekeh, kalau orang hebat seperti beliau ya udah biasa lah ketemu sosok besar dan tokoh dunia ternama, kalau orang kecil kayak saya atau kita ini yang belum kuliah, pasti norak deh.

"Saya bisa begini karena apa? Berjuang, berdo'a, berusaha dan..." beliau menatap mata kami semua di kelas, "sungguh-sungguh, tidak memberi usaha yang sekedarnya, tapi usaha penuh."

"Makanya, kalau melakukan sesuatu, lakukan dengan sungguh-sungguh. Nilai yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh berbeda pasti." Ucapan itu sederhana, tapi menancap tepat di ingatan jangka panjang saya, dan sampai artikel ini saya tulis, masih terbayang seakan di depan saya ada ust. Syam yang berbicara dengan santai tapi menancap itu. 

Maka dengan itu, saya tidak pernah ada alasan untuk tidak sungguh-sungguh. Bukan hanya karena motivasi dari beliau, tapi karena saya ingin memberikan yang terbaik dari yang saya bisa untuk jalan kelimuan, jalan mulia di mata Allah SWT.


dari kuliah Ilmu Mantiq, pada 25 April 2024 dan beberapa pertemuan sebelum terakhir saat Atco 2



Komentar

Postingan Populer