Katanya Kita Jarang Foto

 

"Oi, aku belum punya foto sama kamu!"

 Namanya Hira, dia salah satu teman saya yang membersamai perjalanan mondok saya selama 6 tahun (sama ada satu orang lagi next time akan saya reveal setelah ada momen yang tepat), langsung setelah dia bilang begitu, tangan kirinya diletakkan di pundak kanan saya yang lagi jongkok di dekat mushalla. Kebetulan fotografer ada di dekat kita, tinggal panggil nama dan berpose, jadilah jepretan yang para pembaca lihat ini.

Ahad, 17 Juli 2022, pukul 16.40 WIB adalah waktu presisi di mana foto ini diambil. Sebenernya waktu itu saya bingung mau pose apa dan posisi jongkok saya nggak banget kalau dipaduin pose yang sok necis, jadi saya cuma angkat jempol tangan kanan yang ternyata cuma muncul sedikit di frame kamera, cuma yaudalah. Daripada nggak foto.

Waktu itu saya duduk di jenjang PRISTAC 1 atau kelas 3 SMP. Sebenarnya, kita berdua ini udah sering foto (menurut saya sih), tapi karena menurut Hira kita jarang foto saya iyain aja maunya dia. Setelah foto ini diambil, hal yang paling saya ingat adalah Hira nggak banyak komentar tentang fotonya. Padahal kalau dilihat-lihat fotonya agak overlight meskipun komposisi kita berdua cukup pas. Tapi baguslah dia fine, saya juga fine sama fotonya. Yang terpenting adalah sekarang saya punya fotonya dan bisa bebas digunakan sesuai kebutuhan.

Saya sebenernya malu banget kalau lihat wajah bocil saya di foto ini, mana waktu itu masih pake kacamata kotak (lebih ke persegi panjang si) dan saya masih tidak mengamalkan ilmu pengetahuan terkait fashion dan mix-and-match outfit. Saya lebih sering keluar asrama dengan kaus lengan panjang atau jaket biar simpel (kecuali kelas ya, kalau kelas wajib bergamis. Tapi memungkinkan juga kok buat saya pakai gamis seharian kalau lagi malas pakai potongan). 

Rasanya tuh, culun bangeett!!

Seingat saya, momen di foto itu adalah pas seluruh santri akhwat lagi nunggu santri ikhwan, kita mau ke lapangan pondok tapi mereka harus lalu-lalang, jadi kita tunggu mereka selesai lewat-lewat sampai akhirnya kita bisa ke lapangan. 

Sebagai orang yang nggak terlalu suka foto grup terlalu sering, saya kerap menyepelekan atau tidak terlalu antusias kalau diajak foto dengan kedok "biar ada kenangan, Oi!!" terlalu sering, kenapa?

Pertama, saya kasihan sama fotografer, emangnya acara pondok tujuannya untuk dokumentasiin kenarsisan kita doang? Nggak. 

Kedua, sebagian besar santri akhwat kalau foto itu (se-tangkep saya) hanya untuk memuaskan hasrat narsisnya sesaat aja, padahal ya (dan hal ini bener-bener bikin saya gagal paham) mereka juga belum tentu dapet fotonya. 

Ketiga, saya pernah jadi bagian dokumentasi dan nyortir foto sambil dikejar deadline untuk posting dokumentasi sekaligus pemakaian laptop yang terbatas (kan nyortir lewat laptop, ya masa iya di kameranya) itu capek banget. 

Keempat, bagi saya, kalau foto-foto tersebut hanya berakhir di postingan story instagram dengan sound jedag-jedug atau galau tanpa membawa benefit atau renungan tersendiri yang mendalam untuk kita, ya buat apa? Menuh-menuhin memori ponsel dan nambah-nambah kerjaan kita aja edit story.

Kelima, kebanyakan gaya itu capek di fisik dan mental, kebayang kan sedihnya kalau kita exited foto tapi temen kita malah cemberut? Udah mikirin pose lucu buat circle hasilnya malah nggak sesuai ekspektasi. 

Keenam, kalau kelamaan foto suka kehabisan konsumsi acara. Padahal itu hal yang paling saya hindari.

Saya lebih suka foto candid, sekalipun fotonya penuh komuk dan memable.

Ya, meski begitu beberapa kali karena saya menghargai teman-teman saya atau santri akhwat lain yang udah capek edit dan posting, sampai tag akun saya, saya juga ikut effort dikit lah posting foto acara pondok di akun saya ketika jadwal perpulangan. Terlepas itu semua, bukan berarti saya nggak menyimpan atau posting foto saya zaman mondok sama sekali, ya. Pernah lah beberapa kali. 

Karena kalau masalah menyimpan kenangan, buat saya menuliskan sekilas tentang kejadiannya, menyertakan beberapa dokumentasi dan menyimpan dalam emori jangka panjang sudah lebih dari cukup. Pada akhirnya semuanya keputusan masing-masing sih, kadang saya suka ribet sendiri berdebat dengan pendapat dan argumen pribadi, padahal ujung-ujungnya juga depend on needs.

Yang jelas sebagai paragraf terakhir artikel ini, kalau bukan karena Hira antusias ngajak foto bareng selama mondok, nggak mungkin bisa ada artikel ini sebagai backstory foto yang pembaca lihat semua di awal artikel. 

Semoga Hira setelah baca ini nggak protes tentang fotonya ya, hehe.

Komentar

Postingan Populer