Sudahkah Kita Belajar Dengan Benar?

Belajar tidak hanya menerima informasi secara pasif dengan menghafal isi buku atau perkataan guru, tapi segalanya bermula dari sana. Kita tak akan mampu mengaktualkan atau meningkatkan gaya berpikir kita menjadi lebih kritis dan analitis jika kita tidak menerima informasi atau materi pembelajaran secara pasif lebih dulu. Ironisnya, banyak orang hanya berhenti di fase pasif tanpa meningkatkannya hingga ia memiliki kemampuan untuk berpikir secara mendalam disertai evaluasi.

Setelah meningkatkan kemampuan berpikir kita, kita akan dapat berpikir dengan baik dan cepat. Kita bertambah pintar, mudah mengingat informasi dan menghafal, serta menyusun bahan pembelajaran menjadi satu refleksi atau pengajaran yang bernilai. Kita mampu mengetahui yang benar dan salah serta memilahnya sesuai kebutuhan pengajaran. Tapi, ilmu di dunia ini sangat banyak, meski kita sudah dianugerahi berpikir yang lebih next level dibanding menerima secara pasif, kita tidak akan bisa memahami dengan sempurna seluruh cabang ilmu.

Kabar baiknya, karena kita sudah terbiasa dengan berpikir kritis dan analitis, kita mampu mengetahui sesuatu ini salah meski tidak tahu secara tepat mana yang benar. Hal itu memproteksi kita mengambil atau melakukan keputusan yang salah dan sesat. Misal dalam memahami kejadian seseorang: si A kesal karena barangnya diuri si B, maka si A membunuh si B. Keduanya jelas salah dalam sikap, akal sehat kita mengetahui hal itu. Akan tetapi, motif B mencuri karena ia butuh barang itu dan tak ada yang lain lagi, sedangkan si A sebenarnya memiliki barang itu lebih dari 1, tapi ia sangat menjaga barangnya itu oleh karenanya saking marahnya mengetahui si B, ia kalap sampai membunuhnya.

Kita tidak bisa memberikan solusi yang tepat untuk keduanya atau yang benar-benar menyelesaikannya dari pikiran kita saja, karena masalah itu sudah serius dan harus dibawa ke tingkat yang lebih tinggi, yakni di pengadilan. Tapi, setidaknya kita tahu bahwa keduanya ada kesalahan meski tidak bisa memberi solusi praktis.

Dari sini kita paham bahwa akal sebagai pemegang kendali pikiran itu harus diikuti tindakan yang benar tanpa disertai alasan atau pembenaran apapun ketika kita berbuat keburukan/kesalahan. Mungkin kalau kita menjadi si A, barang berharga kita dicuri kita akan marah besar. Tindakan membunuh yang A lakukan pada B menunjukkan ke-berharga-an barang yang dicuri B sangatlah tinggi. Kita tidak bisa benar-benar paham seberapa berharganya itu kalau kita tidak menjadi si A, akan tetapi dengan sedikit empati dan pemahaman, kita bisa mengevaluasi mana yang salah dan benar dari sikap si A serta membantu apa yang bisa dibantu.  

Sekalipun si A menggunakan alasan "lagian dia mencuri barang saya!" itu tidak bisa dibenarkan. Karena apapun alasannya, membunuh bukan hal yang bisa dibenarkan. Jika dalam kondisi perang pun, tindakan yang dilakukan serupa dengan itu tidak bsia disebut pembunuhan, karena pembunuhan adalah tindakan menghilangkan nyawa seseorang secara melawan hukum yang biasanya melibatkan niat untuk membunuh atau menyebabkan luka parah. Jika dalam  perang, sudah jelas-jelas tujuannya akan beresiko mati, tujuan utamanya bukan untuk membunuh pasukan musuh, tapi melaksanakan perintah panglima perang untuk menyukseskan penaklukan suatu daerah atau tujuan lainnya. Yang jelas, pasti dalam perang disertai kebijakan yang penuh pertimbangan, bukan hanya keputusan impulsif sebagaimana yang terjadi pada si A.

Dari contoh tersebut, kita dapat memahami kinerja menganalisa suatu kejadian dengan berpikir kritis, melakukan sebagaimana pemahaman kita yang benar dan tidak menghakimi dari salah satu sisi saja. Sikap reflektif seperti contoh sebelumnya adalah tanda dan latihan seorang pelajar atau manusia yang baik untuk berpikir yang benar serta beramal yang sama dengan apa yang ia pahami dengan benar pula. Semoga dengan usaha kecil berikut dapat membuat kita menjadi individu yang tidak hanya terpelajar dengan image banyaknya hafalan, tapi juga disertai framework atau neraca berpikir yang sistematis dan benar. 

(dari catatan kuliah Filsafat Barat 1 pertemuan 1, pada 10 September 2023)



Komentar

Postingan Populer